promediajambi.com,-JAKARTA,– Hari Pers Nasional (HPN) 2025 diperingati pada 9 Februari sebagai bentuk apresiasi terhadap peran penting insan pers di Indonesia. Peringatan ini juga sekaligus menandai Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).  

Sebagai bagian dari perayaan ini, PWI telah menetapkan tema resmi serta meluncurkan logo HPN 2025. Tema yang diusung tahun ini berfokus pada ketahanan pangan dan kemandirian bangsa, mencerminkan komitmen pers dalam mendukung pembangunan sektor pangan.  

Tema utama HPN 2025  adalah "Pers Mengawal Ketahanan Pangan untuk Kemandirian Bangsa". Tema ini menegaskan bahwa pers memiliki peran krusial dalam menyebarkan informasi dan edukasi mengenai ketahanan pangan berbasis inovasi serta kearifan lokal.  

Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch, menekankan bahwa peran pers dalam ketahanan pangan telah berlangsung sejak Kongres PWI pertama di Solo pada 1946. Saat itu, insan pers mulai aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang program-program pangan pemerintah.  

Selain tema utama, terdapat juga subtema yang diusung, yaitu "Kalsel Gerbang Logistik Kalimantan".Subtema ini merefleksikan peran strategis Kalimantan Selatan dalam pengembangan kawasan dan sistem logistik di Pulau Kalimantan.  

Kalimantan Selatan dipilih sebagai tuan rumah HPN 2025, menjadikannya pusat perayaan yang akan melibatkan berbagai insan pers dari seluruh penjuru Indonesia. Ini juga merupakan momentum bagi daerah tersebut untuk menunjukkan potensinya dalam bidang logistik dan ketahanan pangan.  

Sebagai bagian dari peringatan HPN 2025, PWI juga telah meluncurkan logo resmi yang mencerminkan kekayaan budaya Kalimantan Selatan. Logo ini tersedia di situs resmi PWI dan dapat diunduh oleh masyarakat.  

Menurut penjelasan di laman resmi PWI, filosofi logo HPN 2025 menampilkan ikon bekantan yang mengenakan laung (ikat kepala khas Banjar) serta pakaian adat berbahan beludru, yang melambangkan kemewahan dan budaya lokal.  

Setiap elemen dalam logo memiliki makna tersendiri. Motif galung pancar matahari pada baju bekantan melambangkan keteguhan, kebaikan, dan keberuntungan. Sementara motif naga dan kelabang mencerminkan kekuatan serta keberanian.  

Bekantan dalam logo juga mengenakan Sabuk Intan, yang merupakan representasi dari kekayaan alam Kalimantan Selatan. Selain itu, ia memegang seikat padi di tangan kiri, yang melambangkan pers sebagai mitra dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.  

Di tangan kanannya, bekantan menggenggam pena, simbol dari keteguhan insan pers dalam menjunjung tinggi kebebasan, profesionalisme, serta kreativitas dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.  

Sejarah Hari Pers Nasional sendiri telah melalui perjalanan panjang. Peringatan ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985 yang ditandatangani Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985.  

Keputusan tersebut didasarkan pada fakta bahwa pers nasional memiliki peran strategis dalam perjuangan kemerdekaan, pembangunan, serta dalam menjaga nilai-nilai demokrasi berdasarkan Pancasila.  

HPN diperingati setiap tahun di berbagai provinsi secara bergilir. Setiap perayaan melibatkan berbagai pihak, termasuk insan pers, masyarakat, serta pemerintah daerah sebagai tuan rumah.  

Sebelum adanya keputusan presiden, gagasan HPN pertama kali muncul dalam Kongres ke-28 PWI di Padang, Sumatera Barat, pada 1978. Saat itu, insan pers merasa perlu adanya hari khusus untuk memperingati kontribusi mereka terhadap bangsa.  

Pada 19 Februari 1981, dalam Sidang ke-21 Dewan Pers di Bandung, gagasan tersebut akhirnya disepakati dan diajukan kepada pemerintah. Setelah melalui berbagai pertimbangan, tanggal 9 Februari resmi ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional.  

Sepanjang sejarahnya, pers di Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Dari era kolonialisme hingga pembatasan kebebasan pers di masa Orde Baru, pers terus berjuang untuk independensi dan kebebasan berekspresi.  

Meskipun sudah menjadi perayaan nasional, HPN tak lepas dari kritik. Pada 7 Desember 2007, sekelompok penulis muda mendeklarasikan Hari Pers Indonesia sebagai bentuk protes terhadap HPN yang dianggap sebagai warisan Orde Baru.  

Sebagian pihak juga mengusulkan agar HPN disesuaikan dengan tanggal terbitnya Medan Prijaji pada Januari 1907, yang dianggap sebagai tonggak awal pers nasional. Namun, hingga kini, peringatan HPN tetap berpusat pada tanggal 9 Februari.  

Sebagai pilar keempat demokrasi, pers memiliki peran besar dalam menyampaikan informasi, membentuk opini publik, serta mengawal kebijakan pemerintah. HPN menjadi pengingat bagi insan pers untuk terus menjaga profesionalisme dan integritasnya dalam menjalankan tugas jurnalistik demi kepentingan bangsa dan masyarakat.(Red A.Chairi)